Pacaran dan Sepak Bola
Pacaran merupakan istilah yang sering
digunakan untuk mewakili proses penjajakan mengenal calon pasangan hidup. Perlu
diketahui pacaran merupakan hal yang tidak dianjurkan dalam islam karena tidak
tertera dalam Alquran maupun Hadits, jadi seandainya ada yang mengungkapkan
tentang adanya pacaran secara islami
maka itu adalah kebohongan besar.
Pada mulanya, pacaran merupakan
budaya Barat yang direduplikasi ke dalam budaya kita (Indonesia) oleh
segelintir orang. Lambat laun budaya Barat tsb menjamur di tanah Indonesia ini
karena peminatnya yang sangat membludak. Sesungguhnya para penganut paham ini
ialah anak-anak remaja, meski tidak sedikit pula pihak dewasa maupun para orang
tua yang menggandrungi, bahkan tak menutup kemungkinan para Overage (opa/oma) ikut meramaikan bursa
gaya hidup yang satu ini.
Sepak Bola adalah salah satu cabang
olahraga yang menjadi primadona di semua kalangan, baik dari segi usia,
profesi, atau juga jenis kelamin. Olahraga sepak bola tidak membatasi
penggemarnya. Bahkan belakangan ini yang heboh dalam tayangan televisi bukan
hanya tentang Piala Dunia, Piala Eropa, Piala Asia atau juga Liga Champion
tetapi ada embel-embel Woman yang mengikuti. memang sepertinya emansipasi
wanita sedang benar-benar berbunga meski semasa hidup Raden Ajeng Kartini tidak
pernah menyinggung tentang kesamaan drajat untuk dunia sepak bola, tapi toh tetap saja berbuah subur di Negara ini.
Sebenarnya tak ada yang salah tentang
sepakbola, hingga pada akhirnya saya kemukakan keterkaitannya dengan prosesi
pacaran yang sedikit demi sedikit terkuak masalah besar di dalamnya.
Dunia pacaran dan Sepakbola adalah
hal yang sungguh jauh berbeda tapi jika kita mengintip dari sisi yang lain maka
kita akan melihat secara gamblang persamaan keduanya. Sepakbola dan pacaran
sama-sama disukai banyak orang, juga sama-sama tidak membatasi objek
penderitanya, sama-sama tidak perduli tentang profesi, sama-sama pula tidak
membatasi jenis kelamin. Bisa laki-laki suka, bisa juga wanita, sering juga
laki-laki dan wanita saling suka atau tidak menutup kemungkinan laki-laki
dengan laki-laki saling menyukai ataupun
sebaliknya.
Akhir-akhir ini prosesi pacaran
semakin disepelekan oleh para penganutnya hingga ada yang baru tiga bulan pacaran
kemudian putus, bisa satu bulan putus, bisa juga satu minggu, atau baru juga
pacaran sudah diputusin (lagi). Tapi
lebih baik seperti itu daripada yang sudah bertahun-tahun tapi hasil akhirnya juga
putus, Toh sama saja. Permasalahannya
kemudian berarti sama saja dengan pertandingan sepakbola yang senang melakukan
uji coba. Inget ya UJI COBA. Dari dua kata ini pasti semua orang bisa
menafsirkanya. Buat anak kok coba-coba!
Di kemudian hari saya mendapatkan
analogi yang menggelitik tentang koherensi keduanya. Sepak Bola merupakan
olahraga tentang filosophy untuk satu tujuan, yakni Gol. Tahukah anda? Bahwa
untuk mencapai gol itu perlu adanya kejelian dalam mecari “lubang” dan mencari kelemahan lawan. Pacaran serupa
seperti pertandingan sepak bola jika kita melihatnya dari sudut pandang ini.
Sepak bola sangat menarik jika kita
menguasai pertandingan, medikte pemain lawan, mempermainkannya hingga pusing
tujuh keliling. Pacaran pun memiliki skema yang sama, pacaran akan sangat
menyenangkan jika bisa menguasai pasangan, mendiktenya, meminta (menyuruh) apa pun yang kita butuhkan (suka).
Mungkin gak semua yang pacaran menggunakan pola ini, tapi hampir semuanya
menyukai hasil akhir seperti ini.
Dalam sepak bola (sudah dibahas di
paragraph sebelumnya, bahwa sepakbola) memiliki satu tujuan yaitu menggolkan
bola ke gawang lawan. Tak ada yang paling memuaskan dalam sepakbola selain
berselebrasi setelah menjebol gawang lawan. Serupa halnya dengan pacaran selain
menyukai saat-saat pertandingan (berdua) akan semakin menyenangkan jika kita
mampu mengalahkan lawan (pasangan). Awalnya membiarkan pasangan merasa bahagia
menguasai kita, bisa dengan cara kita menyuguhkan semua hal yang ia perlukan
baik fisik maupun psikis hingga di satu kesempatan kita mengetahui celah
kelemahannya sehingga pada sebuah momentum kita bisa balik menyerang dan
membobol harga diri lawan tanpa ia sadari. Jika dalam hal sepak bola ini
merupakan skema serangan balik.
Sebenarnya semua pihak yang
berpacaran telah tau konsekuensi ini. Jika mereka tidak membobol berarti mereka
yang dibobol. Setelah benar-benar mengalami dijebol harga diri baru ia akan
merasa sangat sakit melihat pasangan kita berselebrasi atas kekalahan yang
tertimpa pada diri yang malang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar