Sabtu, 29 September 2012

Pacaran dan Sepak Bola


Pacaran dan Sepak Bola
Pacaran merupakan istilah yang sering digunakan untuk mewakili proses penjajakan mengenal calon pasangan hidup. Perlu diketahui pacaran merupakan hal yang tidak dianjurkan dalam islam karena tidak tertera dalam Alquran maupun Hadits, jadi seandainya ada yang mengungkapkan tentang adanya  pacaran secara islami maka itu adalah kebohongan besar.
Pada mulanya, pacaran merupakan budaya Barat yang direduplikasi ke dalam budaya kita (Indonesia) oleh segelintir orang. Lambat laun budaya Barat tsb menjamur di tanah Indonesia ini karena peminatnya yang sangat membludak. Sesungguhnya para penganut paham ini ialah anak-anak remaja, meski tidak sedikit pula pihak dewasa maupun para orang tua yang menggandrungi, bahkan tak menutup kemungkinan para Overage (opa/oma) ikut meramaikan bursa gaya hidup yang satu ini.
Sepak Bola adalah salah satu cabang olahraga yang menjadi primadona di semua kalangan, baik dari segi usia, profesi, atau juga jenis kelamin. Olahraga sepak bola tidak membatasi penggemarnya. Bahkan belakangan ini yang heboh dalam tayangan televisi bukan hanya tentang Piala Dunia, Piala Eropa, Piala Asia atau juga Liga Champion tetapi ada embel-embel Woman yang mengikuti. memang sepertinya emansipasi wanita sedang benar-benar berbunga meski semasa hidup Raden Ajeng Kartini tidak pernah menyinggung tentang kesamaan drajat untuk dunia sepak bola, tapi toh  tetap saja berbuah subur di Negara ini.
 Sebenarnya tak ada yang salah tentang sepakbola, hingga pada akhirnya saya kemukakan keterkaitannya dengan prosesi pacaran yang sedikit demi sedikit terkuak masalah besar di dalamnya.
Dunia pacaran dan Sepakbola adalah hal yang sungguh jauh berbeda tapi jika kita mengintip dari sisi yang lain maka kita akan melihat secara gamblang persamaan keduanya. Sepakbola dan pacaran sama-sama disukai banyak orang, juga sama-sama tidak membatasi objek penderitanya, sama-sama tidak perduli tentang profesi, sama-sama pula tidak membatasi jenis kelamin. Bisa laki-laki suka, bisa juga wanita, sering juga laki-laki dan wanita saling suka atau tidak menutup kemungkinan laki-laki dengan laki-laki saling menyukai  ataupun sebaliknya.
Akhir-akhir ini prosesi pacaran semakin disepelekan oleh para penganutnya hingga ada yang baru tiga bulan pacaran kemudian putus, bisa satu bulan putus, bisa juga satu minggu, atau baru juga pacaran sudah diputusin (lagi). Tapi lebih baik seperti itu daripada yang sudah bertahun-tahun tapi hasil akhirnya juga putus, Toh sama saja. Permasalahannya kemudian berarti sama saja dengan pertandingan sepakbola yang senang melakukan uji coba. Inget ya UJI COBA. Dari dua kata ini pasti semua orang bisa menafsirkanya. Buat anak kok coba-coba!
Di kemudian hari saya mendapatkan analogi yang menggelitik tentang koherensi keduanya. Sepak Bola merupakan olahraga tentang filosophy untuk satu tujuan, yakni Gol. Tahukah anda? Bahwa untuk mencapai gol itu perlu adanya kejelian dalam mecari “lubang” dan  mencari kelemahan lawan. Pacaran serupa seperti pertandingan sepak bola jika kita melihatnya dari sudut pandang ini.
Sepak bola sangat menarik jika kita menguasai pertandingan, medikte pemain lawan, mempermainkannya hingga pusing tujuh keliling. Pacaran pun memiliki skema yang sama, pacaran akan sangat menyenangkan jika bisa menguasai pasangan, mendiktenya, meminta  (menyuruh) apa pun yang kita butuhkan (suka). Mungkin gak semua yang pacaran menggunakan pola ini, tapi hampir semuanya menyukai hasil akhir seperti ini.
Dalam sepak bola (sudah dibahas di paragraph sebelumnya, bahwa sepakbola) memiliki satu tujuan yaitu menggolkan bola ke gawang lawan. Tak ada yang paling memuaskan dalam sepakbola selain berselebrasi setelah menjebol gawang lawan. Serupa halnya dengan pacaran selain menyukai saat-saat pertandingan (berdua) akan semakin menyenangkan jika kita mampu mengalahkan lawan (pasangan). Awalnya membiarkan pasangan merasa bahagia menguasai kita, bisa dengan cara kita menyuguhkan semua hal yang ia perlukan baik fisik maupun psikis hingga di satu kesempatan kita mengetahui celah kelemahannya sehingga pada sebuah momentum kita bisa balik menyerang dan membobol harga diri lawan tanpa ia sadari. Jika dalam hal sepak bola ini merupakan skema serangan balik.
Sebenarnya semua pihak yang berpacaran telah tau konsekuensi ini. Jika mereka tidak membobol berarti mereka yang dibobol. Setelah benar-benar mengalami dijebol harga diri baru ia akan merasa sangat sakit melihat pasangan kita berselebrasi atas kekalahan yang tertimpa pada diri yang malang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar