Sabtu, 15 Maret 2014

Jokowi: Solo-Jakarta-Indonesia


Berbicara pemimpin pasti kita akan mencari sosok yang yang dianggap sempurna dari semua calon. Akan tetapi ada juga yang tidak boleh terlupa untuk bahan pertimbangan yakni sejarah mereka atau yang lebih dikenal dengan Track Record. Akhir-akhir ini masyarakat riuh dengan penyapresan Jokowi yang dianggap mengagetkan meski sebenarnya sudah sering wacana ini mengapung-ngapung di media.
Jokowi adalah kemasan baru dikancah perpolitikkan Indonesia. Fisik yang tidak 'memadai' karena terlalu kurus dianggap tidak mewakili kelas pejabat justru menjadi keunggulan tersendiri dibanding dengan capres lain. Sudah menjadi Joke di semua kalangan bahwa pejabat yang tubuhnya tambun adalah hasil nyata dari uang haram hasil korupsi. Meski hal ini hanyalah anggapan sepihak dan tidak bisa dibuktikan secara intelektual maupun konstitusional dari hubungan sebab-akibat tersebut, namun tetap saja anggapan ini yang menang di dalam kepala jutaan rakyat Indonesia. lagipula belakangan ini 'ketahuan' konstitusi kita mengecewakan. Jadi, 'kekurusan' jokowi menjadi lambang perwakilan masyarakat.
YESS! Kemasan yang ideal.
Secara isi, gubernur lulusan insinyur kehutanan ini tidak bisa diremehkan. Sebagai pengusaha mebel yang ‘Go Internasional’ ia banyak menyerap tekhnik tata kota yang ia temui di belahan Eropa. Maka hasilnya, disulaplah kota Solo menjadi kota yang asri di masa kepemimpinannya. Di kota ini pula ia memulai berbagai gebrakkan dalam sistem pemerintahan, semisal kartu kesejahteraan, pelayanan yang cepat, relokasi PKL, dll.  Sikapnya yang tidak mengambil hak (Gaji) sebagai wlikota Solo pun menjadi nilai tambah karena secara tidak langsung menyimpulkan: “Uang haknya saja tidak diambil bagaimana mungkin ia berani mengambil yang bukan haknya”. Selain itu, citra ‘blusukkan’ tak bisa ditinggalkan begitu saja.
Kota Jakarta adalah kota besar, tentulah karena Jakarta adalah Ibukota Negara Indonesia. Ada ekspektasi tinggi yang mengapung di angan-angan warga Jakarta kala Jokowi terpilih menjadi gubernur. Tanah yang tetap kering ketika musim hujan tiba, kemacetan yang terurai, PKL tersusun rapih, gelandangan lenyap di jalan-jalan, warga miskin berkurang, dan masih banyak lagi yang lainnya, itulah di antaranya angan-angan warga yang juga menjadi janji dari seorang Jokowi. Kurang-lebih satu tahun setengah Jokowi menjadi orang nomor satu di Jakarta, sudah ada progress yang baik dari beberapa program yang telah dicanangkan. Akan tetapi kinerjanya masih belum ada hasil apa-apa karena memang pemerintahannya belum full 5 tahun.
Hutan akan tetap lestari dan menghijau asal tidak diganggu manusia. airnya akan tetap jernih, pohon-pohonnya akan semakin menjulang ke langit, flora dan fauna akan hidup tenang. Sehari lalu Jokowi  resmi dimandatkan PDIP menjadi Capres. Ini menjadi kabar baik untuk para pendukung Jokowi. Akan tetapi ada yang harus diingat, Jokowi masih memiliki kewajiban yang perlu ia selesaikan. Menjalankan Jakarta bukanlah seperti merawat hutan. Jokowi tidak bisa meninggalkan Jakarta begitu saja dan berharap banjir surut sendirinya serta macet terurai kemudian. Seandainya nanti Jokowi terpilih menjadi presiden maka janji-janjinya untuk Jakarta setahun lalu akan tetap berupa angan-angan. Pyuh. Terbang ke langit ke tujuh.  
Lantas apa bedanya Jokowi dengan yang lain??


Tidak ada komentar:

Posting Komentar