Jumat, 15 Juni 2012

Diary Bunda

Diary Bunda


1 Mei  2011
‘Ry, umurku sepertinya sudah di ujung malam. Aku ingin Sholeh menemaniku pada saat-saat seperti ini. Meski aku tahu jika aku memintanya pasti anak itu akan menuruti. tapi jika dia pergi dari rumahnya dan menemaniku hingga beberapa hari yang aku pun tak tahu kapan Izrail menjemputku, pasti orang tuanya akan curiga. Aku bukan takut jika orang tuanya curiga kalau sholeh mengunjungiku tapi aku takut jika mereka mengira sholeh pergi ke tempat yg “macam-macam”. Padahal aku yakin perilaku anak itu shaleh seperti namanya.
            ‘Ry,  jika aku sebut mereka dengan sebutan orang tuanya hatiku sangat teriris. Kau tahukan Ry? Sholeh itu keluar dari rahimku. Aku yang mengandung dia, aku yang  ajarkan dia bicara, aku pula yang tatih ia pertama melangkah, aku yang membesarkan hingga ia lulus sekolah dasar, Ry. Ku besarkan hingga bencana itu datang menghampiri keluarga kami yang bahagia. Bencana yang merenggut ayahnya dalam kecelakaan tragis di malam yang seharusnya akan menjadi malam yang menggembirakan untuknya. Padahal di rumah, shaleh dan aku sudah mempersiapkan kejutan bagi dia, Ry. Kejutan bahwa anak tercintanya menjadi lulusan siswa SD terbaik se-provinsi. Ternyata kejutan itu harus ditunda, Ry.
 Ditunda hingga kami berkumpul di alam syurga nanti.
Sejak saat itu hidup kami menjadi sangat sulit. Tabungan habis, pekerjaan pun tak kunjung aku dapatkan. Hari-hari semakin memburuk saat surat peringatan dari sekolah bermunculan datang ke rumah. Saat itu kau tau kan,Ry, kalau Sholeh baru saja masuk kelas 1 SMP.  Aku tak mau memupuskan cita-citanya menjadi seorang dokter, seperti pekerjaan ayahnya yang dibawa hingga ke liang lahat. Aku tahu Ry, dia adalah anak yang pintar karena dari menginjak sekolah SD sampai semester pertama di SMP  ia selalu menjadi bintang kelas.
Aku tak tega, Ry, melihat masa depannya kelam jika terus bersama diriku yang semakin payah. Hingga akhirnya kuputuskan untuk menitipkannya diasuh oleh keluarga bangsawan di desa tetangga. Aku sangat bingung Ry,  aku tak tahu apakah ayahnya akan setuju atau tidak? tapi aku memang harus melakukannya karena tidak ada jalan lain agar segala keperluannya terpenuhi. jika dia terus bersamaku, untuk makan sehari-hari saja sudah sangat morat-marit Ry.  Semoga saja dia mengerti dengan keadaanku. Aku terpaksa Ry.

4 Mei  2011               
Hari tadi Sholeh datang kerumah,  Ry!. Ia datang untuk meminta maaf kepadaku karena belakangan ini dia tidak bisa mengunjungiku seminggu sekali seperti yang biasa selama ini ia lakukan. Awalnya aku kecewa, Ry.  Tapi setelah dijelaskan bahwa ketidakbisaanya disebabkan baru pulang bersilaturahmi dengan keluarga kedua orang tuanya, aku pun mafhum.
 Selain itu, dia juga menyampaikan berita bahwa esok akan ada acara kelulusan di SMAnya dan aku, ia pinta agar bisa datang. Hatiku terharu Ry, dulu saat masih dalam kandungan kuselalu berdo’a agar anakku tumbuh baik dan sukses.
Lalu aku bisikkan ke telinganya, “Ayahmu pasti bangga ‘nak”
5  mei 2011               
Mataku enggan terpejam Ry, aku menjadi bingung antara suka dan duka. Aku pun hanya bisa berkeluh kesah kepadamu. Hanya kaulah yang menemani kesepianku selama ini. Kita adalah dua batangkara yang lapuk dan hampir padam. Namun, bedanya aku ingin melihat siung tunasku segera hijau dan tinggi.
Aku memilih hidup sebatang kara karena janji, Ry.  Janji kepada diri sendiri.

6 Mei 2011                
Siang tadi, hatiku bergetar kala melihat anak-anak SMA yang berpakaian rapi didampingi kedua orangtuanya. Di antara mereka, Ry. Aku melihat anakku pun bersama kedua orang tuanya. Hatiku senang karena sholeh mendapat kedua orang tua yang baik. Meskipun mereka memiliki aktivitas yang sibuk tapi mereka tetap menyempatkan waktu untuk datang di hari kelulusan Sholeh. Aku percaya kepada hatiku, Ry,  ketika akan menitipkan Sholeh waktu itu, mereka pasti akan menyayangi Sholeh seperti menyayangi anak kandungnya sendiri,  karena aku tahu, sebab mereka tidak bisa memiliki anak kandung setelah sang istri dioperasi pengangkatan rahim.
Tapi, Ry! Di sisi lain aku sangat bersedih karena yang mendampingi Sholeh bukan aku dan suamiku, ibu dan ayah kandungnya sendiri.
Acaranya sangat meriah, Ry. Dari pagi hingga siang riuh suara hadirin menggema di seluruh isi aula. Walaupun aku berada di luar dan hanya bisa mengintip dari celah pintu karena tidak diijinkan masuk, tapi aku masih bisa menyimaknya dengan baik.
Acara puncak yang sangat ditunggu-tunggu akhirnya tiba, ‘Ry. Waktunya pembawa acara mengumumkan yang menjadi siswa lulusan terbaik. Suara para tamu bergemuruh ketika nama salah seorang siswa dipanggil ke atas podium.
Kau tahu tidak, Ry?
Siswa yang dipanggil itu bernama Sholeh.
Sholeh ibnu Syafi’i.
Iya, Ry, Sholeh anakku. Sholeh putra Syafi’I, nama yang disematkan oleh ayahnya ketika kulitnya masih merah. Nama dari sebuah do’a pemberian sang ayah agar putranya menjadi anak yang Sholeh. Dia anakku, Ry, aku tak tahan menyembunyikan air mata di balik kelopak ini dan akhirnya aku pun menangis di balik pintu. Tangisan yang menyiram lahan tandus kesepian. Tangisan  yang mengalir di anak sungai kepasrahan.
Dan kini, aku punya dua kejutan untuk ayahnya di akhirat nanti, Ry.

7 mei  2011               
Dari pagi baru tiba sampai sore kan pergi, perasaan ini berbunga-bunga, Ry. Pikiranku masih terngiang di hari kemarin. Telingaku masih menangkap jelas kata-kata yang menjalar dari mulut putraku saat memberi ucapan pembuka terimakasih.
Sangat susah diungkapkan, dari sebuah kata yang membuat hatiku sangat tenang, Ry.
“saya ucapkan terima kasih dan salam sayang saya untuk bunda” ujarnya,.
Dia memang anak baik , ‘Ry! Saat dia berujar seperti itu aku tahu itu ditujukan untuk diriku. Matanya banyak menceritakannya lewat air yang terurai di kedua belah pipinya. Aku bisa menangkap pesan dari sepasang mata yang berasal dari sepasang mataku.
Kau tahu kan arti panggilan bunda antara aku dan dia?
Benar, ‘Ry!
Sebelum kami berpisah lima tahun yang lalu pernah kukatakan padanya,
“ kita tak pernah bisa meminta dari rahim siapa ingin dilahirkan dan kita juga tidak akan tahu dengan siapa kita akan menjalani sisa hidup. Masa depanmu masih panjang ‘nak! Sedangkan waktu bunda sudah berada di senja hari, kini saatnya kamu mengayuh pedal kehidupanmu sendiri. Tanpa bunda di sisi tapi ingatlah di hatimu bunda akan selalu membimbingmu”   
dia mengangguk.
“dan walau nanti kau bersama seorang ibu yang baru, bunda meminta agar kau tidak menyebutnya dengan sebutan bunda, biarlah sebutan bunda hanya untuk bunda,  kau mengerti ‘kan Sholeh!”  dan dia pun menurut.

30 mei 2011              
Mata ini sudah tampak lelah merekam dunia ini, ‘Ry. Kaki ini pun sudah semakin lambat melangkah. Kini aku telah siap bergandeng dengan Izrail, ‘Ry.  Sekarang damai telah aku rasakan sejak semakin yakin bahwa anakku akan selalu memberiku wilayah yang khusus di hatinya.
Sholeh anak yang baik ‘Ry. Meski sekarang dia tidak menemaniku di sini, namun aku yakin dia akan selalu mengirimkan ikatan do’a untuk bunda dan ayahnya sehingga memberikan jaminan jubah syurga bagi kedua orangtuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar