Diary Bunda
1 Mei 2011
‘Ry,
umurku sepertinya sudah di ujung malam. Aku ingin Sholeh menemaniku
pada saat-saat seperti ini. Meski aku tahu jika aku memintanya pasti
anak itu akan menuruti. tapi jika dia pergi dari rumahnya dan menemaniku
hingga beberapa hari yang aku pun tak tahu kapan Izrail menjemputku,
pasti orang tuanya akan curiga. Aku bukan takut jika orang tuanya curiga
kalau sholeh mengunjungiku tapi aku takut jika mereka mengira sholeh
pergi ke tempat yg “macam-macam”. Padahal aku yakin perilaku anak itu
shaleh seperti namanya.
‘Ry, jika aku sebut mereka
dengan sebutan orang tuanya hatiku sangat teriris. Kau tahukan Ry?
Sholeh itu keluar dari rahimku. Aku yang mengandung dia, aku yang
ajarkan dia bicara, aku pula yang tatih ia pertama melangkah, aku yang
membesarkan hingga ia lulus sekolah dasar, Ry. Ku besarkan hingga
bencana itu datang menghampiri keluarga kami yang bahagia. Bencana yang
merenggut ayahnya dalam kecelakaan tragis di malam yang seharusnya akan
menjadi malam yang menggembirakan untuknya. Padahal di rumah, shaleh dan
aku sudah mempersiapkan kejutan bagi dia, Ry. Kejutan bahwa anak
tercintanya menjadi lulusan siswa SD terbaik se-provinsi. Ternyata
kejutan itu harus ditunda, Ry.
Ditunda hingga kami berkumpul di alam syurga nanti.
Sejak
saat itu hidup kami menjadi sangat sulit. Tabungan habis, pekerjaan pun
tak kunjung aku dapatkan. Hari-hari semakin memburuk saat surat
peringatan dari sekolah bermunculan datang ke rumah. Saat itu kau tau
kan,Ry, kalau Sholeh baru saja masuk kelas 1 SMP. Aku tak mau
memupuskan cita-citanya menjadi seorang dokter, seperti pekerjaan
ayahnya yang dibawa hingga ke liang lahat. Aku tahu Ry, dia adalah anak
yang pintar karena dari menginjak sekolah SD sampai semester pertama di
SMP ia selalu menjadi bintang kelas.
Aku tak tega, Ry, melihat
masa depannya kelam jika terus bersama diriku yang semakin payah. Hingga
akhirnya kuputuskan untuk menitipkannya diasuh oleh keluarga bangsawan
di desa tetangga. Aku sangat bingung Ry, aku tak tahu apakah ayahnya
akan setuju atau tidak? tapi aku memang harus melakukannya karena tidak
ada jalan lain agar segala keperluannya terpenuhi. jika dia terus
bersamaku, untuk makan sehari-hari saja sudah sangat morat-marit Ry.
Semoga saja dia mengerti dengan keadaanku. Aku terpaksa Ry.
4 Mei 2011
Hari
tadi Sholeh datang kerumah, Ry!. Ia datang untuk meminta maaf kepadaku
karena belakangan ini dia tidak bisa mengunjungiku seminggu sekali
seperti yang biasa selama ini ia lakukan. Awalnya aku kecewa, Ry. Tapi
setelah dijelaskan bahwa ketidakbisaanya disebabkan baru pulang
bersilaturahmi dengan keluarga kedua orang tuanya, aku pun mafhum.
Selain
itu, dia juga menyampaikan berita bahwa esok akan ada acara kelulusan
di SMAnya dan aku, ia pinta agar bisa datang. Hatiku terharu Ry, dulu
saat masih dalam kandungan kuselalu berdo’a agar anakku tumbuh baik dan
sukses.
Lalu aku bisikkan ke telinganya, “Ayahmu pasti bangga ‘nak”
5 mei 2011
Mataku
enggan terpejam Ry, aku menjadi bingung antara suka dan duka. Aku pun
hanya bisa berkeluh kesah kepadamu. Hanya kaulah yang menemani
kesepianku selama ini. Kita adalah dua batangkara yang lapuk dan hampir
padam. Namun, bedanya aku ingin melihat siung tunasku segera hijau dan
tinggi.
Aku memilih hidup sebatang kara karena janji, Ry. Janji kepada diri sendiri.
6 Mei 2011
Siang
tadi, hatiku bergetar kala melihat anak-anak SMA yang berpakaian rapi
didampingi kedua orangtuanya. Di antara mereka, Ry. Aku melihat anakku
pun bersama kedua orang tuanya. Hatiku senang karena sholeh mendapat
kedua orang tua yang baik. Meskipun mereka memiliki aktivitas yang sibuk
tapi mereka tetap menyempatkan waktu untuk datang di hari kelulusan
Sholeh. Aku percaya kepada hatiku, Ry, ketika akan menitipkan Sholeh
waktu itu, mereka pasti akan menyayangi Sholeh seperti menyayangi anak
kandungnya sendiri, karena aku tahu, sebab mereka tidak bisa memiliki
anak kandung setelah sang istri dioperasi pengangkatan rahim.
Tapi,
Ry! Di sisi lain aku sangat bersedih karena yang mendampingi Sholeh
bukan aku dan suamiku, ibu dan ayah kandungnya sendiri.
Acaranya
sangat meriah, Ry. Dari pagi hingga siang riuh suara hadirin menggema di
seluruh isi aula. Walaupun aku berada di luar dan hanya bisa mengintip
dari celah pintu karena tidak diijinkan masuk, tapi aku masih bisa
menyimaknya dengan baik.
Acara puncak yang sangat ditunggu-tunggu
akhirnya tiba, ‘Ry. Waktunya pembawa acara mengumumkan yang menjadi
siswa lulusan terbaik. Suara para tamu bergemuruh ketika nama salah
seorang siswa dipanggil ke atas podium.
Kau tahu tidak, Ry?
Siswa yang dipanggil itu bernama Sholeh.
Sholeh ibnu Syafi’i.
Iya,
Ry, Sholeh anakku. Sholeh putra Syafi’I, nama yang disematkan oleh
ayahnya ketika kulitnya masih merah. Nama dari sebuah do’a pemberian
sang ayah agar putranya menjadi anak yang Sholeh. Dia anakku, Ry, aku
tak tahan menyembunyikan air mata di balik kelopak ini dan akhirnya aku
pun menangis di balik pintu. Tangisan yang menyiram lahan tandus
kesepian. Tangisan yang mengalir di anak sungai kepasrahan.
Dan kini, aku punya dua kejutan untuk ayahnya di akhirat nanti, Ry.
7 mei 2011
Dari
pagi baru tiba sampai sore kan pergi, perasaan ini berbunga-bunga, Ry.
Pikiranku masih terngiang di hari kemarin. Telingaku masih menangkap
jelas kata-kata yang menjalar dari mulut putraku saat memberi ucapan
pembuka terimakasih.
Sangat susah diungkapkan, dari sebuah kata yang membuat hatiku sangat tenang, Ry.
“saya ucapkan terima kasih dan salam sayang saya untuk bunda” ujarnya,.
Dia
memang anak baik , ‘Ry! Saat dia berujar seperti itu aku tahu itu
ditujukan untuk diriku. Matanya banyak menceritakannya lewat air yang
terurai di kedua belah pipinya. Aku bisa menangkap pesan dari sepasang
mata yang berasal dari sepasang mataku.
Kau tahu kan arti panggilan bunda antara aku dan dia?
Benar, ‘Ry!
Sebelum kami berpisah lima tahun yang lalu pernah kukatakan padanya,
“
kita tak pernah bisa meminta dari rahim siapa ingin dilahirkan dan kita
juga tidak akan tahu dengan siapa kita akan menjalani sisa hidup. Masa
depanmu masih panjang ‘nak! Sedangkan waktu bunda sudah berada di senja
hari, kini saatnya kamu mengayuh pedal kehidupanmu sendiri. Tanpa bunda
di sisi tapi ingatlah di hatimu bunda akan selalu membimbingmu”
dia mengangguk.
“dan
walau nanti kau bersama seorang ibu yang baru, bunda meminta agar kau
tidak menyebutnya dengan sebutan bunda, biarlah sebutan bunda hanya
untuk bunda, kau mengerti ‘kan Sholeh!” dan dia pun menurut.
30 mei 2011
Mata
ini sudah tampak lelah merekam dunia ini, ‘Ry. Kaki ini pun sudah
semakin lambat melangkah. Kini aku telah siap bergandeng dengan Izrail,
‘Ry. Sekarang damai telah aku rasakan sejak semakin yakin bahwa anakku
akan selalu memberiku wilayah yang khusus di hatinya.
Sholeh anak
yang baik ‘Ry. Meski sekarang dia tidak menemaniku di sini, namun aku
yakin dia akan selalu mengirimkan ikatan do’a untuk bunda dan ayahnya
sehingga memberikan jaminan jubah syurga bagi kedua orangtuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar