Remang,
namun bukan gelap, hanya seberkas remang yang buat segalanya kian tak jelas. Tapi, masih tampak terlihat.
Dibawah redup langit, diantara desah hujan yang mengguyur, kumelihat remang, remang yang tak biasa.
Hujan
yang membasahi tubuh, menyerap kulit kepala lalu menjalar masuk melalui
aliran telinga seketika pun menjurus menjelajahi labirin-labirin sel
otak dan memaksa membuka pintu rahasia beberapa tahun silam,
ketika kuberanjak dewasa saat itu,
menggandeng
pujaan hati di kolong langit yang mulai rabun. Gandengan tanganku
membawanya menjelajahi sela-sela jalan tanpa jejak. Terus melangkah,
terus kukayuh pedal tanpa gerigi dikaki.
Sejenak berhenti, kusorot
hiasan pelangi yang telah pudar di kaki langit yang mencekam dan kau
pun mulai menggenggam jemariku dengan erat.
Langit mulai hilang hanya menyisakan gelap yang kian menghitam.
Kita
t’lah jauh melangkah tapi, masih tak kulihat ujung jalan yang kita
impikan. Seraya dingin yang semakin menyergap kau kalungkan lenganmu
melingkari tubuhku.
Resah, bimbang tersapu hilang saat kita sepakat berbaring sejenak menyatukan kelelahan.
Rintik-rintik
embun tak kuasa bangunkan kita bahkan tembakkan mentari tak mampu
menembus barisan bulu yang mengakar rapat diantara kelopak mata.
Kau teridur dan aku terlelap
Hingga kita tersadar setelah melewatkan suasana siang.
Saat Senja tiba
kita pun kembali tanpa bersama
ke-2 arah yang berbeda.
Kutengok, kau semakin menjauh, semakin tak jelas dilahap remang-remang.
Hanya remang, bukan gelap karena kau masih tampak terlihat,,
Terlihat melangkah meninggalkanku.
Legok, 21 januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar