Novel Para Priyayi berkisah tentang keluarga Sastrodarsono dengan tiga anaknya, Noegroho, Hardojo, dan Soemini, yang pada awalnya hidup sebagai wong cilik dengan latar belakang keluarga petani. Dari sinilah cerita hidup keluarga Sastrodarsono itu berawal. Mereka berhasil menaikkan status keluarga dari petani ke priyayi yang diawali dengan diangkatnya Soedarsono (demikian nama awal Sastrodarsono) menjadi guru bantu.
Dari sini cerita itu mengalir terus sepanjang kehidupan Sastrodarsono yang melewati hingga tiga zaman, masa pendudukan Belanda, Jepang, hingga masa setelah kemerdekaan. Melalui Sastrodarsono hingga cucu-cucunya, pengarang berhasil mengungkap lentik-lentik kehidupan yang menjadi ciri masing-masing zaman barangkali inilah sebuah cerita yang berhasil menjadi saksi zaman.
Kemudian, pengarang menampilkan tokoh Lantip sebagai pengemban makna priyayi yang sebenarnya. Priyayi, bagi keluarga Sastrodarsono, tidak lebih dari status gengsi dalam masyarakat yang berkaitan langsung dengan profesi seseorang. Permasalahannya memang bisa sedikit melebar, tapi keluarga Sastrodarsono justru lebih menempatkan priyayi terhadap sesuatu yang harfiyah dan kasat mata. Lantip, meski dia anak jadah dari hubungan gelap antara keponakan Sastrodarsono yang bernama Soenandar denga perempuan miskin bernama Ngadiyem, malah dia berhasil menempatkan dirinya sebagai sosok priyayi sejati.
Lantip mampu tampil sebagai pahlawan di saat anak dan cucu Sastrodarsono sendiri menjadi babak belur moralnya. Dan, memang secara moral keluarga Sastrodarsono tidak berhasil menegakkan nilai-nilai moral dalam keluarganya.
Sungguh miris ketika keturunanya telah berhasil menjadi Priyayi sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan oleh Sastrodarsono, Namun degradasi moral pun muncul dan terus merosot dari anak hingga ke cucu-cucunya, yang kemudian datanglah anak bernama Lantip yang selalu setia membantu.
Dégradasi dalam KBBI berarti kemunduran, kemerosotan, penurunan, dsb dan moral dari sumber yang sama memiliki pengertian baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila: atau dapat juga berarti ajaran kesusilaan yg dapat ditarik dr suatu cerita. Jadi dapat disimpulkan bahwa degradasi moral dalam pembahasan ini yaitu kemerosotan akhlak yang tercermin dari perbuatan tokoh-tokoh khususnya keluarga Sastrodarsono dalam cerita Para Priyayi.
Generasi pertama dari Sastrodarsono adalah ketiga anaknya, yaitu, Noegroho, Hardojo, dan Soemini. Di generasi pertama inilah perubahan moral keturunan Sastrodarsono berawal. Noegroho adalah lulusan HIK semasa zaman Belanda dan ketika Jepang datang ia masuk ke dalam anggota peta yang pada akhirnya mengantarkannya menjadi kolonel serta menjadi direktur di perusahaan negara. Namun, keberhasilannya dalam karier membuat ia menelantarkan anak-anaknya sehingga terkontaminasi pergaulan bebas. Selain itu, dengan pangkat yang disandangnya ia pergunakan untuk kolusi yakni membebaskan keponakannya yang bernama Harimurti dengan alasan familisme.
Selanjutnya, anaknya yang kedua adalah Hardojo. Hardojo termasuk orang yang tidak banyak “macam-macam”, Kecuali ketika ia jatuh cinta ke seorang gadis yang bernama Nunuk. Nunuk adalah seorang gadis katolik yang taat. Hubungan Hardojo dengan Nunuk tidak direstui oleh Sastrodarsono sehingga menimbulkan konflik dengan ayahnya itu, meski akhirnya ia pun tetap menuruti kemauan sang ayah dengan alasan menghormati keputusan orang tua. Hardojo memiliki seorang putra yang bernama Harimurti, yang pada akhirnya anaknya ini masuk ke dalam Lekra dan ditangkap karena berbau PKI.
Anak yang terakhir bernama Soemini, ia adalah satu-satunya anak gadis yang dimiliki keluarga Sastrodarsono. Soemini adalah gambaran seorang wanita karier. Soemini bahkan setelah menikah harus merasakan diselingkuhi oleh suaminya disebabkan ia hanya memiliki sedikit waktu untuk suminya itu.
Pada generasi selanjutnya, keluarga Sastrodarsono semakin mapan. Namun kemapanan itu membuat cucu-cucunya tidak hidup merih dan terkesan sangat bebas. Seperti yang terjadi dengan anak-anaknya Noegroho, Toni adalah salah satunya.
“Toni, meskipun anak yang selalu dididik untuk selalu patuh, tahu tata karma,dan rajin sekolah, kena srempet juga oleh suasana revolusi yang panas, bersemangat dan tidak tahu aturan itu”
Kutipan diatas adalah perkataan Noegroho ketika revolusi besar-besaran berlangsung. Tak dinyana apa yang dikatakan Noegroho “hanya kena srempet suasana revolusi” itu ternyata berdampak besar, Toni tewas ketika peristiwa pembersihan yang dilakukan Belanda di daerah Yogyakarta. Memang Toni itu anak yang susah diatur bahkan sering tidak menggubris apa yang dikatakan oleh kedua orang tuanya.
Anak Noegroho yang selanjutnya adalah Marie. Ia adalah gadis manja dan hidup dengan bebas, tetapi pribadi Marie yang seperti itu akibat perlakuan yang terlalu berlebihan orang tua dalam memanjakan anaknya. Penggambaran Marie sangat jelas dalam kutipan di bawah ini;
“Marie adalah anak zaman sekarang, tidak mau buru-buru kawin. Kuliah Marie seperti yang ibu tahu, berheti di tengah jalan. Alasan bosan. Dan kami tidak kuasa membujuknya apalagi memaksanya agar dia mau kuliah. Memang harus kami akui bahwa kami cenderung lemah, bahkan agak kami memanjakan anak-anak kami.”
Anak gadis Noegroho ini, moralnya bisa dikatakan lebih buruk dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Ia selain malas, juga anak yang memiliki pergaulan sangat bebas hingga ia sering berganti-ganti teman kencan sampai akhirnya ia hamil di luar nikah oleh seorang pemuda yang usianya dibawah dirinya.
Anak Noegroho yang bungsu adalah Tommy. Tokoh ini memang tidak terlalu banyak dibahas tetapi ia tetap sentral kedatangannya karena ia masih mewakili generasi cucu Sastrodarsono yang kurang baik perangainya. Dia memiliki watak yang sangat ‘cuek’ meski kakak kandungnya mendapat masalah ia justru bersikap biasa saja bahkan terkesan sama sekali tidak ingin membantu. Hal ini, sangat berbeda dengan semboyan yang pernah diutarakan oleh ayahnya bahwa sesama keluarga harus saling membantu.
Selanjutnya, cucu terakhir yang diceritakan mengalami penurunan moral ialah Harimurti. Harimurti pada awalnya adalah anak yang baik. Ia sangat peka terhadap penderitaan Wong cillik, ia juga merupakan anak yang sangat cerdas bahkan melebihi kecerdasan Lantip. Dia mulai berubah ketika mengikuti ketoprak yang mengatasnamakan wong cilik. Ia masuk lekra, yang mengatakan bahwa kesenian bukan hanya untuk dinikmati sebagai keindahan melainkan kesenian adalah alat untuk berpolitik, alat untuk memperjuangkan hak-hak wong cilik. Dan celakanya, Lekra di sini merupakan salah satu alat PKI untuk memberontak terhadap pemerintah, sampai pada saatnya, pembersihan PKI yang dilakukan pemerintah pun membawanya ke balik jeruji.
Selain itu, selama bergaul dengan Lekra ia memiliki hubungan yang intim dengan perempuan yang bernama Gadis. Keintiman tersebut membuat hilangnya batasan-batasan susila diantara keduanya. Harimurti dan Gadis sangat sering melakukan hubungan seks, padahal keduanya belum ada ikatan pernikahan. Tempat pun tidak menjadi persoalan, awalnya di rumah saudara Gadis yang kosong bahkan hingga di dalam rumahnya sendiri padahal di dalam rumah itu ada kedua orang tuanya.
Menurut asumsi saya, ada beberapa faktor yang mengakibatkan keturunan Sastrodarsono mengalami degradasi moral. Antara lain, pertama, zaman yang semakin berubah ke arah modern membuat keturunannya terkontaminasi budaya barat. Mereka melupakan tata krama orang jawa, dari cara bicara dan bersikap kepada orang tua mengalami perubahan. Kedua, kemapanan yang didapatkan oleh keturunan Sastrodarsono mengakibatkan mereka hilang kendali dan terkesan bebas. Tidak ada lagi kesusahan pada saat berusaha, membuat mereka menyepelekan hal-hal yang di generasi sebelumnya sangat mahal, seperti pendidikan. Ketiga, mitologi pewayangan yang menjadi pegangan priyayi jawa semakin luntur, dan keturunan Sastrodarsono pun menyikapi kesenian pewayangan hanya merupakan hiburan bukan sebagai pedoman lagi. Ini sangat berbeda dengan prinsip Sastrodarsono yakni priyayi abangan/kejawen.
Waah...
BalasHapusBagus sekali tulisannya.
Saya yakin anda bisa jadi penulis hebat.
Teruskan!
I'll support you.