Kamis, 17 Mei 2012

"RASISME"


Rasisme berasal dari kata ras dan isme, ras adalah suatu kelompok orang yang agak berbeda dengan orang lain dalam segi cirri-ciri fisik bawaan(Horton, paul B. dan Hunt, Chester L.). menurut Ensiklopedi Indonesia (Edisi Khusu),  secara etnologi berarti golongan manusia yang jelas sekali memiliki kemiripan satu dengan jenis lainnya, tidak peduli bahasa dan adat. Sedangkan isme ialah system kepercayaan. Jadi bisa disimpulkan bahwa rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.
Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antarras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe)
Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara. Istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk paling tidak sejak 1940-an, dan identifikasi suatu kelompok atau orang sebagai rasis sering bersifat kontroversial.
Keberadaan Negara bangsa (nation state) merupakan kesepakatan final dari para founding fathers, sebagai bentuk pengakuan terhadap pluralitas yang menjadi pilar tegaknya Negara Indonesia. Dalam sejarah bangsa kita, kemajemukan telah melahirkan perpaduan yang yang sangat indah dalam berbagai bentuk mozaik budaya. Peristiwa konflik di negara kita juga merupakan dampak pluralisme dari sisi negatifnya.
Sekarang rasismepun mengalami penambahan kata, yaitu menunjukkan kelompok etnis tertentu (etnosentris), ketakutan terhadap orang asing (xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe). Bisa yang bersifat social masyarakat seperti konflik antar warga desa, antar siswa terpelajar, bahkan antar geng yang berada di lingkungan mahasiswa yang notabene mengerti akan dampak yg ditimbulkan. Rasisme (dalam pengertian sekarang) merupakan sebuah kepercayaan yang kebanyakan berbuah konflik. Jika melihat secara menyeluruh konflik adalah sebuah interaksi social yang bisa berakibat positif sekaligus negatif. Berakibat positif karena pada dasarnya dengan adanya konflik secara otomatis akan menguatkan ikatan emosional pada intern kelompoknya, namun jika dibawa ke dalam ranah yang lebih luas maka koflik yng seperti inilah yang berakibat negatif.
Ibarat virus yang mewabah rasisme pun menyebar secara pesat dengan perluasan makna yg tadinya berkelompok bisa berkurang hingga beberapa anggota saja, begitu pula dengan motif yang melatarbelakanginya yang berawal dari perbedaan biologis hingga hanya sebuah perbedaan sudut pandang.

Banyak cara pencegahan ataupun penyelesaian untuk dapat mengatasi masalah ini, salah satunya ialah berpegangg kepada kepercayaan yang sifatnya hakiki yakni Agama. Lebih khususnya agama Islam. Apakah Islam mengajarkan rasisme? Jawabannya tentu tidak! Mari kita lihat ayat yang mulia berikut ini :

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Qur'an mulia 49:13)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan janganlah wanita-wanita mengolok-olok wanita lain boleh jadi wanita (yang diolok-olok) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak taubat maka mereka itulah orang yang zalim". (Qur'an mulia 49:11).

Jadi menurut standard Al qur'an, orang yang paling mulia itu bukan orang kaya, bukan orang miskin, bukan Arab, bukan Amerika, tapi orang yang paling taqwa kepada Allah. Jadi disini tidak ada diskriminasi kemanusiaan, siapapun bisa menjadi orang yang mulia, bukan karena kulit putih bukan juga orang bule. Sekarang kita lihat sabda Rasulullah saw :

"Sesungguhnya Allah tidak akan melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta kamu tetapi akan melihat isi hati kamu dan amal-amalmu". (Riwayat Muslim, Shahihul Muslim, tafsir Ibnu Katsier juz 7 hal 322).
Dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda kepadanya: "Lihatlah, engkau tidak lebih baik dari yang berkulit merah dan pula dari yang berkulit hitam melainkan jika engkau mengunggulinya dengan taqwa kepada Allah". (HR Imam Ahmad tafsir Ibnu Katsier juz 7 hal 322).
Rasulullah saw bersabda: "Tiada kelebihan seseorang terhadap yang lainnya melainkan dengan taqwa kepada Allah". (HR Abu Bakar Albazzar, tafsir Ibnu Katsier juz 7 hal 322).
Jadi kita fahamkan bahwa Islam agama yang universal tanpa rasisme. Dalam praktek ibadah dapat juga kita lihat bahwa Islam agama yang anti rasisme:
Ibadah Haji. Tiap tahun setiap orang dari seluruh penjuru dunia yang berjumlah kurang lebih dua juta orang memadati Masjidil Haram. Laki-laki, perempuan, anak-anak, berkumpul jadi satu memenuhi perintah Allah. Mungkin tidak ada didunia ini ritual keagamaan yang diadakan rutin tiap tahun yang begitu akbar dan luar biasa. Para jemaah semuanya mengenakan pakaian putih tak berjahit. Tidak tampak mana orang kaya, miskin, presiden atau rakyat jelata, Amerika, Asutralia, Afrika. Semua kumpul jadi satu.  Praktek anti rasial yang nyata.
Ibadah sholat.  Ibadah ini juga meupakan bentuk anti rasisme. Dimanapun anda sholat didunia ini, entah di Arab, Amerika, Jerman Inggris, Afrika, Australia, semua tata caranya sama.
Intinya ayat Qur'an yang mulia dan sabda Rasul saw serta praktek keagamaan kita pahamkan bahwa Islam adalah agama yang universal dan anti rasisme.
Sebagai manusia yang berpedoman kepada al-quran dan al-hadits serta sebagai rakyat yang memegang teguh pancasila kita harus mampu berpikir secara menyeluruh dan meluas tentang istilah “Rasisme” ini, agar penyakit yang sedang mewabah ini tidak semakin parah dan akut. Seperti penyakit yang lain cara pengobatannya pun sama kita harus mampu mendiagnosa dan mengetahui antitesis yang tepat yakni dengan langkah menjaga setiap pikiran, prilaku dan tindak tanduk. Maka dari itu kita harus kembali kepada pegangan yang telah umat islam miliki dan norma yang bangsa indonesia banggakan.
Dengan demikian diharapkan masing-masing pihak tidak perlu lagi mencari-cari kambing hitam untuk melemparkan kesalahan pada orang lain. Kita semua tanpa kecuali perlu menghayati apa yang tengah terjadi dan sekaligus mengingat kembali kearifan generasi terdahulu yang pernah diwariskan kepada generasi selanjutnya. Jangan sampai terjadi suatu kelompok maupun individual bisa melihat semut di seberang lautan tapi tidak melihat gajah di kelopak mata sendiri, selain tidak bijaksana juga sama sekali tidak akan menolong keadaan dan tidak akan menyelesaikan masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar